2016 | Teman Cerita

Audy Tapis : Lestarikan Budaya, Ciptakan Lapangan Kerja

Saat berbicara tentang Lampung, maka beberapa ikon budaya seperti siger, kopi Lampung, tapis, sulam usus, gajah, hingga tempat wisata yang indah seperti Pahawang dan Kiluan pasti berkelebat di kepala. Provinsi yang memiliki Gubernur termuda se-Asia Tenggara ini memiliki penduduk yang beragam. Banyak pendatang dari berbagai etnis yang menetap di provinsi ini.
Meski banyak imigran menetap di Lampung, budaya Lampung tetap dijaga dan dilestarikan oleh sebagian masyarakat asli Lampung. Hasil kebudayaan Lampung yang masih dilestarikan diantaranya adalah kain tapis dan sulam usus. Kain tapis adalah kain yang dibuat dari tenunan benang kapas dengan motif sulaman dari benang emas dan benang perak. Kain ini biasa digunakan oleh wanita suku Lampung saat menghadiri upacara adat.

seorang wanita sedang menyulamkain tapis, sumber : tribunnews.com

Dahulu, fungsi kain tapis berkaitan erat dengan makna simbolis untuk menggambarkan status sosial dan memiliki nilai sakral karena dipakai pada upacara adat seperti upacara pemberian gelar adat, penyambutan tamu penting, upacara perkawinan, dan upacara adat mengangkat saudara (muari).
Begitu tingginya nilai kain tapis bagi masyarakat Lampung, hingga apabila seorang gadis (muli) Lampung tidak mempunyai kain tapis akan dikucilkan. Apabila muli Lampung bisa membuat sulaman tapis yang halus dan rapi dinilai memiliki budi pekerti luhur. Namun anggapan ini saat ini sudah tidak dipakai lagi seiring berkembangnya zaman.
Selain tapis, sulam usus juga merupakan hasil kerajinan budaya Lampung yang memiliki nilai tinggi. Sulam usus dahulu hanya digunakan sebagai penutup dada (bebe) bagi penari wanita saat upacara pernikahan berlangsung. Saat ini sulam usus dan tapis telah banyak dimodifikasi tidak hanya dalam bentuk pakaian yang indah tapi juga dalam bentuk berbagai aksesoris seperti topi, peci, dompet, tas, kaligrafi, dan lain lain.

Tapis yang diomodifikasi menjadi hiasan kaligrafi. sumber : tapisaudy.wordpress.com

Kerajinan tapis dan sulam usus hingga saat ini masih dilestarikan oleh sebagian masyarakat asli lampung. Namun tidak semua masyarakat di provinsi ujung Sumatra ini memiliki kesadaran akan pentingnya melestarikan kebudayaan lokal, baik suku asli maupun keturunan imigran yang lahir dan menetap di Lampung. Salah satunya masyarakat di kelurahan Sumberrejo 43A, Kecamatan Batanghari kabupaten lampung Timur. Sebagian masyarakat yang tinggal di desa ini memang bukan keturunan suku asli lampung, sehingga pengetahuan tentang budaya Lampung sangat sedikit. Itupun hanya sekedar teori yang diperoleh dibangku sekolah. Penerapan nilai-niai budaya dan penggunaan bahasa daerah Lampung tidak pernah diterapkan dalam kehidupan sehari hari.
Menyadari hal ini, Yatin Handayani, salah satu warga Sumberrejo 43A, melakukan Inovasi daerah dengan mendirikan sebuah home industry yang ia beri nama Audy Tapis. Meski Yatin bukanlah keturunan suku asli Lampung, namun ia lahir dan besar di Lampung. Kecintaannya pada budaya Lampung membuatnya ingin mengenalkan dan melestarikan budaya Lampung. Ia menyadari bahwa budaya Lampung terutama kain Lampung seperti tapis dan sulam usus memiliki nilai yang tinggi baik dari segi nilai budaya, estetika maupun materi. Sayangnya potensi besar ini tak dikembangkan di daerahnya.
Dengan tekat yang kuat, di tahun 2000 Yatin mulai mengenalkan kain tapis dan sulam usus pada masyarakat Sumberrejo 43A. Kabar baiknya, keinginan Yatin untuk melestarikan kainLampung ini disambut baik oleh warga. Setelah warga mengenal kain tapis dan sulam usus, dengan sabar Yatin mengajari mereka cara membuatnya. Mengajarkan sulam tapis dan sulam usus pada ibu-ibu tentu memerlukan kesabaran yang tinggi. Pembuatan sulam usus yang cukup rumit dan memakan waktu lama awalnya membuat ibu-ibu hampir menyerah. Dengan tekat yang kuat, Yatin terus memotivasi hingga akhirnya kini pengrajin sulam tapis dan sulam usus di daerahnya sudah mencapai ratusan orang.
Ada empat tahap yang harus dilewati dalam pembuatan sulam usus. Tahap awal adalah njlujur. Njlujur adalah penjahitan kain yang sudah dipotong panjang seperti usus diatas kertas minyak yang sudah digambari pola. Jahitan njlujur ini dilakukan dengan benang jahit biasa. Tahap kedua, kain yang sudah dijahit pada kertas di sulam secara selang seling untuk mengaitkan kain yang berbentuk usus. Penyulaman ini menggunakan benang nilon. Kedua tahap ini dilakukan dengan tangan atau handmade sehingga memerlukan waktu sekitar dua sampai tiga bulan. Setelah tahap kedua selesai, jahitan njlujur dengan benang jahit tadi dirusak dan kertas polanya disobek dan dibersihkan dari sulaman. Bila kertas pola dan benang jahit sudah bersih dari sulaman, langkah selanjutnya adalah penggabunngan pola-pola tersebut menjadi baju atau barang lain yang dikehendaki. Untuk menambah keindahan, bisa ditambahkan payet. Bagaimana, cukup rumit bukan? Karena inilah hasil sulam usus memiliki niai jual yang tinggi, Karena pembuatanya yang cukup sulit dan nilai budaya dan estetikanya tinggi.

istri gubernur lampung memakai baju sulam usus. sumber : teraslampung.com

Tak hanya itu, ia juga mengenalkan dan mengajarkan pembuatan tapis dan sulam usus kepada anak-anak di sekolah dasar. Ia meyakini anak-anak adalah penerus dan penjaga budaya. Bila sejak dini ditanamkan rasa cinta pada budaya daerahnya, maka mereka yang akan menjaga budaya warisan nenek moyang ini.
Semakin lama usaha Yatin semakin lama semakin maju. Banyak ibu rumah tangga di lingkungannya yang kini bisa memiliki penghasilan berkat dibukanya Audy tapis. Ia memang bertekat melestarikan budaya sekaligus menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya. Yatin juga kini telah bekerja sama dengan pemerintah Lampung Timur untuk melestarikan sulam tapis dan sulam usus. Ia sering mengikuti pameran baik sekala kecil maupun besar. Kini tekatnya tak hanya mengenalkan tapis dan sulam usus ke masyarakat desanya, tapi keseluruh Indonesia dan dan dunia. Dari Lampung Untuk Indonesia, dari Lampung untuk dunia.

Artikel ini diikutsertakan pada Kompetisi Menulis Blog Inovasi Daerahku - https://www.goodnewsfromindonesia.id/competition/inovasidaerahku

Terimakasih Guru Kehidupanku

ibu Hastin dan anaknya Fachri Akhdan Rasyid.

Malam ini aku rindu pada seseorang yang pernah menawarkan hangat peluknya padaku. Ia tahu betapa sedih dan takutnya aku untuk berpisah dengannya. Ia tahu betapa hancurnya aku dengan keputusannya. Tapi ia tegar, ia ingin berpisah dengan indah, tapi aku menolaknya. Jika waktu bisa kembali, aku ingin memeluknya, aku sangat merindukannya.
Cinta seringkali menjadikan kita egois. Aku tak hanya hancur setelah kepergiannya, tapi aku tak pernah peduli bagaimana rasanya ia harus pergi. Mungkin itu lebih menyakitkan dari ketakutanku karena kehilangannya.
Terimakasih untuk satu tahun kebersamaan kita. Dengan sabar kau mengajariku banyak hal. Aku tahu kau menyayangiku, dan aku yang kekanak-kanakan ini sering merepotkanmu. Maaf….maaf untuk semua sikapku dulu. Ak rindu cerita-cerita darimu, aku ingin merasakan kau menyelimutiku ketika tidur, aku rindu padamu….
Mungkin banyak yang tak suka saat kau memutuskan membawaku bersamamu. Keluargamu pasti sangat keberatan saat itu, tapi kau selalu memikirkan perasaanku, menjaga hatiku. Terimakasih untk satu tahun kebersamaan itu, mala mini aku benar-benar rindu padamu.
kau memberiku apa yang tak ku dapat dari orang lain. Mungkin doa-doamu juga terus mengalir untukku. Betapa baiknya dirimu, semua orang menyayangimu, dan beruntung aku menjadi orang yang kau pilih diantara mereka yang menyayangimu.
Meski itu tak lama, hanya satu tahun. Terimakasih, aku tak tahu lagi harus berkata apa, semua yang telah kau laukan sangat berarti untukku, aku merindukanmu Ibu Hastin Kurniasih. kebaikanmu membawaku hingga menjadi aku yang sekarang.
Ya Allah, jauh disini ku titip rindu untuknya. Bahagiakan ia disana, sayangi ia dan keluarganya. Katakana padanya aku berterimakasih karena ia yang menjadikanku seperti sekarang, dia yang membimbingku denga sabar dan kasih sayang. Sungguh aku menyayanginya, aku merindukannya.

Metro, 19 Desember 2015, pukul 01: 50

Skripsi : Crispy-krispi-

Bagi mahasiswa semester “TUA” kata “kapan…..” memiliki aura lebih mengerikan dari sosok Valak. Ya setidaknya itulah yang kurasakan.” Kapan lulus?” “Kapan sidang skripsi?” Sampai “kapan nikah?” Bisa membuat telinga panas dan senyum layu seketika. Pulang kampung yang awalnya menjadi hal menyenangkan bisa berubah menjadi mengerikan karena berondongan pertanyaan dari keluarga.

Libur semester sekaligus lebaran tahun ini adalah momen kumpul keluarga besar yang tak mungkin ku hindari. Saat itulah, tekat sekeras baja untuk melawan berondongan pertanyaan dengan senyum santun dan jawaban lembut ku persiapkan. Aku harus memutar otak untuk merangkai kata-kata agar mereka memahami (lebih teapatnya memaklumi) keterlambatan wisuda yang aku alami.
“katanya S1 Cuma empat tahun, kamu kok udah empat tahun lebih gak lulus? Kamu “nunggak” (bahasa jawa : Tinggal Kelas) ya? Pertanyaan mamak yang membuatku bingung menjawabnya. Mamakku hanya mengenyam pendidikan sampai kelas 5 SD saja, sehingga menurut mamakku kuliah ya seperti sekolah, ada naik kelas dan tiinggal kelas. Sebenarnya mamakku ini cerdas, namun keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan akhirnya mamakku putus sekolah. Aku bisa menyimpulkan mamakku cerdas karena sejak kecil aku sering bertanya banyak hal yang nyeleneh, dan mamakku bisa menjelaskan dengan baik, logis, kreatif dan mudah dipahami. Mungkin kalau pertanyaanku dijawab orang berpendidikan tinggi, justru aku akan semakin bingung karena dibenturkan dengan teori dan bahasa langitan. Mamak ku juga mudah sekali memahami masalah-masalah sosial, pelajaran-pelajaran sosial terapan yang bukan eksak. Aku sering menceritakan keseharian di sekolah dan di kampus padannya, dan mamakku bisa menanggapi dengan baik. aku bahkan jika sedang berdiskusi dengam mamak rasanya tak percaya jika mamakku ini tak tamat SD.

Diberondong pertanyaan tentang kelulusan oleh mamak benar-benar menakutkan, karena jika aku jelaskan mamakku akan menyadari kalau aku memang sengaja mendiamkan skripiku selama satu semester hehehe. satu-satunya penolongku saat ditanya kelulusan adalah bapak. Saat mamak bertanya, biasanya bapak akan ikut bertanya juga. Dikeluarga aku memang dijuluki anak bapak, jadi bapak akan selalu menanyakan banyak hal saat aku pulang, dari hal besar seperti skripsi, calon “imam”, hingga apa yang aku makan ditanyakan. “bagaimana KRISPI-KRISPI (maksudnya skripsi) mu, Udah selesai belum? Cepetan wisuda terus nikah!”

Aku dan mamak tertawa terbahak saat pertama kali mendengar pertanyaan bapak. “bukan krispi, pak. Se-krip-si” aku mencoba meluruskan kalimat bapak. Tapi bapak tetap kukuh pada pendiriannya. “alah susah ngomongnya, di TV itu krispi gitu.” Kata bapak. Sejak kejadian itu, saat berkomunikasi baik langsung, sms, maupun telpon bapak selalu menanyakan krispi-krispi. Berkat pertanyaan bapak, setiap aku mengerjakan skripsi, bimbingan, revisi, atau saat ditanya tentang skripsi aku bisa tersenyum karena membayangkan ayam crispy yang lezat. Disini ada satu hikmah yang dapat diambil, saat menghadapi hal yang kita anggap buruk, maka kita harus membuat mindset kita merubahnya menjadi hal baik atau lucu, dengan begitu kita bisa melaluinya dengan menyenangkan.

Semangatlah wahai mahasiswa semester TUA! Pasti kita wisuda diwaktu yang tepat. Nikmati saja prosesnya, seperti menikmati ayam crispy. Pertanyaan-pertanyaan yang kerap membrondong semangat dan senyuman itu, bukanlah wujud kecewa karena keterlambatan kelulusan, tapi karena perhatian kepedulian pada kehidupan yang kita alami. Kalau mereka tak perhatian dan tak peduli, pasti tak akan bertanya tentang itu padamu. So nikmati SKRIPSI selayaknya AYAM CRISPY.