Setelah melalui penerbangan dan perjalanan dengan Damri yang cukup melelahkan, akhirnya malam itu aku tiba di terminal Bogor. “Disambut hujan di kota hujan” keluhku saat pertama menginjakan kaki di Bogor dan hujan turun deras. Tak lama menunggu, Paklek Ali (saudara Eza) datang menjemput. Sambutan hangat yang Paklek Ali dan Bulek Neni berikan cukup membuat suasana nyaman. Aku dan teman-teman segera naik kedalam mobil menghindari hujan. Diperjalanan tak banyak hal yang ku bicarakan, mata dan badanku sudah cukup lelah. Paklek Ali membelokan mobil kesebuah pintu besar yang dijaga Brimob. Bulek Neni membuka kaca jendela sambil menyapa penjaga gerbang. “Obro Markoto!!” seru bulek Neni, penjagapun menjawab dengan kalimat yang sama. Setelah itu mobil melaju menuju perumahan yang terletak di jalan Dili. Disanalah Paklek Ali dan Bulek Neni tinggal.
Setibanya di rumah Paklek, kami makan kemudian mandi dan istirahat. Hujan di luar cukup untuk bikin tidur nyenyak malam itu. Sebelum mataku terlelap, aku kembali berpikir tantang apa yang terjadi hari ini. “Apa ini Cuma mimpi?” aku bertanya pada diri sendiri. Rasanya tadi pagi kau masih bersama keluarga dan teman-teman, menikmati momen wisuda. Malam ini aku tidur di Bogor, kota hujan. Orang tua dan sahabatku yang tadi pagi berpeluk cium sekarang jaraknya ribuan kilometer, jauh sekali, benarkah ini bukan mimpi? Akhirnya aku meyakinkan diri bahwa ini bukan mimpi, dan mulai memejamkan mata menuju alam mimpi.
Asrama Brimob Kedung Halang
Rumah Paklek Ali yang berada di Asrama Brimob Kedung Halang menjadi tempat menginapku dan teman-teman selama di Bogor. Pintu gerbang yang semalam dijaga Brimob adalah pintu utama memasuki asrama ini. Tidak sembarang orang bisa memasuki pintu itu. Desain pintunya keren, dihalamannya terdapat patung Brimob yang sempat menarik perhatianku untuk foto di sana. Dibagian dalam gerbag, terdapat kolam, relief, patung, kursi taman dan proklamasi polisi (kalau tidak salah). Aku sempat membaca tulisa proklamasi itu, tapi sudah lupa apa isinya heeee.
Asrama Brimob ini lebih mirip sebuah kompleks perumahan, ada sekolahan, warung, kantor untuk administrasi atau ruang jaga (entahlah aku kurang mengerti) dan tempat ibadah. Nama jalan di asrama ini menggunakan nama Kota di Indonesia. Di dalam komplek asrama ini juga bisa ditemui mural yang berisi motivasi dan cerminan rasa nasionalisme, patung-patung Brimob dan yang pasti karena ini asrama Brimob, disini ada banyak mobil (lebih tepatnya mobil yang digunakan mengangkut tahanan). Mobil yang masih berfungsi ataupun yang sudah rusak bisa ditemui di sini.
Obro Markoto!
Saat melintasi gerbang Asrama Brimob, setiap orang pasti mengucap Obro Markoto. Awalnya kalimat ini sangat asing di kuping. Tapi setelah melihat relief dan beberapa mural di dekat gerbang aku baru “ngeh” kalo kalimat asing itu berbunyi Obro Markoto. “Pantang Pulang Sebelum Menang” begitu kata Bulek Neni saat kutanya arti Obro Markoto. Wah sebuah semangat tersendiri buat aku yang baru icip-icip hidup di rantau. Akhirnya itulah yang ku pakai sampai sekarang, tapi sedikit diganti redaksinya, karena disini aku bukan untuk bertanding atau perang tapi untuk cari uang. Kalimatnya jadi begini “pantang pulang sebelum bawa uang” hehehehe
Karena Obro Markoto inilah aku kuat dan tetep nekat bertahan disini. Biar kata orang ibu kota itu lebih kejam dari ibu tiri, setidaknya aku masih bisa bahagia, ketawa, jalan-jalan, so... sebenarnya ibu kota gak begitu kejam juga. Semua kan tergantung bagaimana kita menjalaninya.. iya gak?
Untuk anak rantau di seluruh penjuru bumi, ingat yaaa OBRO MARKOTO!
Keluarga Paklek Ali
Sebagai seorang newbie di bidang perantauan, aku merasa cukup beruntung karena selalu diperrtemkan dengan orang-orang yang baik banget. Di Kota Hujan ini aku dipertemukan dengan sebuah keluarga yang super baik. Paklek Ali adalah pakleknya Eza, seorang anggota brimob yang memiliki satu istri, dan dua anak. Paklek Ali di Asrama Brimob ini memang terkenal baik, saat tetangga kesusahan, Paklek Ali adalah orang yang paling sering dimintai pertolongan. Selain baik dengan sesama, Paklek Ali juga ramah sama aku dan teman-teman lainnya, menasehati kami, memberikan yang terbaik buat kami. Saking baiknya, aku kadang merasa ngrepotin banget. Tempat tinggal, makan, bahkan sampai transportasi sering disediakan Paklek Ali. Aku dan teman-teman terima beres. Setelah beberapa hari tinggal dirumahnya, aku baru tahu kalau Paklek Ali dulunya adalah seorang aktivis dakwah, sampai sekarang ibadahnya bagus, terjaga. Sikapnya juga mencerminkan akhlak Islami. Luarbiasa bisa dipertemukan dengan Paklek Ali.
Istri Paklek Bernama Neni
Bulek, begitu aku dan teman teman biasa memanggilnya. Postur badan Bulek lumayan besar, yaa gendut lah. Bulek sangat baik, saat mau pergi kemana-mana, aku dan yang lani selalu bertanya rute, nomor angkot dan ongkos angkot ke Bulek. Selama di sana bulek juga selalu memasakan kami makanan yang enak. Rasanya kami benar-benar beruntung bisa bertemu Bulek Neni.
Zalfa yang geulis pisan
Zalfa adalah anak kedua Bulek Neni. Gadis kecil yang ramah, periang, dan cantik. Dia paling senang bermain sepatu roda. Akun youtube nya pun “Zalfa Bermain Sepatu Roda”. Ia mudah akrab dengan kami. Kakak begitu dia memanggil kami. Saat kami mau pamit pulang ke Lampung, diapun terlihat sedih. “Kakak jangan pulang” begitu katanya. Semoga jadi anak yang sholehah ya Zalfa, sama seperti Abangnya yang sekarng sedang mondok di Solo.
Mereka adalah keluarga yang sangat baik, terimakasih Paklek dan Bulek atas semuanya. Obro Markoto, pantang pulang sebelum menang!.
Jakarta Timur, 30 Juli 2017. 14:07